Senin, 24 Maret 2014

Kepemimpinan Islam untuk Indonesia




Gempita Pemilihan Umum 2014 sudah di depan mata. Sebuah periode yang menentukan arah kepemimpinan negara kita sebagai bangsa yang memiliki tingkat populasi muslim terbesar di dunia. Oleh karena itu, sebagai muslim yang memiliki kepekaan akan nasib bangsa selama lima tahun ke depan, sangat wajar jika kita merasa bertanggungjawab untuk memilih pemimpin terbaik negeri ini. Hal ini disebabkan karena kebijakan-kebijakan yang akan dihasilkan oleh mereka tentunya akan senantiasa bersinggungan langsung dengan kepentingan dan hajat kehidupan kita sebagai umat Islam.

Gagasan besar dalam kepemimpinan untuk membangun umat harus menjadi prioritas dan pertimbangan utama kita dalam menentukan pilihan. Gagasan besar dalam upaya kemaslahatan umat Islam tentunya. Hal ini dikarenakan sebuah periode kepemimpinan akan selalu bersinggungan dengan ukiran-ukiran sejarah sebuah bangsa. Ketika gagasan-gagasan besar dimunculkan oleh seorang pemimpin, sesingkat apapun masa kepemimpinannya, maka ia akan muncul sebagai pelaku sejarah yang sosoknya selalu dikenang dan dijadikan acuan oleh generasi selanjutnya.

Seorang muslim memandang kepemimpinan dalam konteks negara Indonesia tak akan lepas dari tujuan hidup yang sejati. Mereka menyandingkan visi sebagai khalifah di muka bumi dan menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Di sisi lain, mereka harus memahami bahwa konsekuensi pemahaman Islam sebagai rahmat, berarti Islam adalah solusi dari berbagai macam permasalahan hidup, Islam adalah pedoman dan merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hal inilah yang menjadi satu-satunya jalan kebaikan dan keselamatan di dunia dan akhirat.

Bagi seorang muslim yang memiliki kepekaan untuk terus melakukan perbaikan terhadap diri dan lingkungannya, tentunya tidak akan lelah untuk mengungkap fenomena yang melekat pada kehidupan umat, mendiagnosis berbagai celah dan penyakit-penyakitnya, kemudian berupaya mencari titik terang mengatasi permasalah yang ada disekitarnya. Jika sekarang mereka berdiri di sini sebagai muslim yang mencintai tanah airnya, tentu mereka akan prihatin dan bersikap. Di tengah arus globalisasi yang menggelombang, identitas kita sebagai bangsa dipertaruhkan. Sayangnya, arus globalisasi ini lebih banyak menebar ancaman daripada kebermanfaatan. Hal ini bisa kita lihat betapa budaya asing yang memiliki nilai destruktif, gencar membudaya hingga banyak orang mengalami degenerasi moral yang signifikan. Pemuda dan pemudi tidak lagi berpikir bagaimana mereka berkontribusi, namun mereka termakan tren konsumtif yang menyebabkan kehidupannya lebih dekat dengan ketidakberdayaan dan kelemahan. Di samping itu, penjajahan modern semakin merajalela dengan beredarnya berbagai macam produk asing dibandingkan produk asli Indonesia hasil buah tangan masyarakat kita. Belum lagi terkait eksploitasi kekayaan alam kita oleh pihak asing. Sungguh bangsa kita berada di dalam jurang ketidakberdayaan.

Bangsa-bangsa barat telah bekerja sungguh-sungguh dalam upaya menggemakan gelombang kehidupan materialis beserta segenap aspek di dalamnya yang merusak serta menebarkan virus-virusnya yang mematikandan menghalangi umat dari unsur-unsur kebaikan yang bermanfaat. Hal ini bisa kita lihat bagaimana orang-orang kita lebih senang untuk pergi ke tempat hiburan dan menghamburkan banyak uang dibandingkan berinfak dan berbagai kebahagiaan bersama orang-orang miskin, sehingga angka kemiskinan negara ini masih sekitar sebelas persen dari jumlah keseluruhan penduduknya. Di samping itu, bangsa-bangsa barat telah menetapkan strategi perang sosial ini dengan sangat rapi dibantu oleh para pakar politik dan kekuatan militer, sehingga tercapailah apa yang mereka kehendaki. Lantas, apakah kita hanya bisa berdiam diri?

Ikhwahfillah, kebangkitan semua bangsa di dunia ini selalu bermula dari titik lemah yang menjadikan pengamatnya beranggapan bahwa mencapai apa yang dicita-citakan oleh umat adalah sebuah kemustahilan. Akan tetapi, di balik anggapan kemustahilan tersebut, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan, dan kehati-hatian dalam bertindak telah mengantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak dari ketidakberdayaan menuju puncak keberhasilan dan kejayaan yang dicita-citakan oleh para perancang kebangkitan terdahulu. Siapakah yang bisa percaya bahwa gurun pasir jazirah Arab yang gersang dan kering kerontang itu akan menjadi mercusuar kegemilangan peradaban. Di mana pengaruh spiritualitas dan politik menjadi unsur utamanya. Siapakah yang menyangka sebelumnya bahwa lelaki yang berhati lembut seperti Abu Bakar Ash Shidiq yang diprotes oleh beberapa sahabat karena keputusannya terhadap amsalah yang membuat para pendukungnya saat itu kebingungan, ternyata mampu mengirimkan sebelas pasukan dalam sehari untuk memberantas para pemberontak, meluruskan yang bengkok, memberi pelajaran kepada para pembangkang, menghancurkan orang-orang murtad dan mengembalikan hal Allah dalam zakat dari orang-orang yang tidak mau mengeluarkannya?

Oleh karena itu, gempita Pemilihan Umum kali ini seharusnya menjadi satu momentum yang menentukan. Kita menganggapnya sebagai sarana pembuktian bahwa Islam merupakan pokok perbaikan dari seluruh permasalah yang ada, dari dimensi politik pemerintah hingga permasalahan sosial yang mengakar rumput di Indonesia. Bagi seorang da’i, ini adalah sarana perlombaan dalam kebaikan. Seperti halnya lomba lari, tugas seorang pelari untuk menang adalah fokus pada tujuan dan mengerahkan daya upaya untuk menjadi yang tercepat. Tidak perlu disibukkan dengan kekuatan lawan hingga membuat kita ragu untuk bergerak. Tidak perlu dilelahkan dengan komentator para pengamat dan juru sorak, karena ia hanya akan membuat kita kehilangan fokus dan akhirnya lawan mengambil kesempatan untuk mengalahkan kita. faizza azamta, fatawakkal alallah...

Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar” (Q.S. An Nisa: 95)

Maraji’:
1.      Al Quranul kariim
2.      Pilar Kebangkitan Umat oleh Prof. Abdul Hamid Al Ghazali

3.      Majmuatur Rasail oleh Imam Hasan Al Banna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar