Minggu, 30 Juni 2013

Sang Pecinta Manusia



Kebersamaan akan terasa hambar ketika keberkahan tidak timbul di dalamnya. Ukhuwah akan terasa kering jika selama ini kebersandaran kita menjalin ukhuwah hanya berlabuh pada cita jangka pendek, tidak mendekatkan pada Allah. Keberislaman kita pun tidak akan sempurna sebelum kita dapat bermanfaat bagi orang lain. Menjadi pengingat, saling menasehati satu sama lain dan juga penghibur hati yang lara. Jadikanlah keberkahan senantiasa membersamai nafas hidup kita, ukhuwah Islamiyah pengikat hati kita, akhirat orientasi kehidupan kita dan... cinta Allah sebagai tujuan hidup kita.
Sebagai hadiah istimewa untuk kita semua yang setia, menceritakan kisah yang sarat makna dari seorang sufi bernama Abu Ben Azim. Ketika itu Abu Ben Azim terbangun di tengah malam. Kamarnya terang benderang tersinari cahaya, dan ditengah cahaya itu ada sosok makhluk (yg ternyata malaikat) dengan sebuah buku ditangan. Sedang apa Anda ?” Tanya Abu Ben pada malaikat tersebut. ”Saya sedang mencatat daftar pecinta Allah “ jawab malaikat tersebut.  Adakah nama saya tercantum disana wahai malaikat? tanya Abu Ben harap-harap cemas.  Malaikat menyodorkan buku yang dipegangnya, Abu Ben melihatnya dan tak lama kemudian dia kecewa, tidak ada namaku disini. Namun dia segera bercermin, ”mungkin aku memang terlalu kotor untuk menjadi pecinta Allah, jikalau demikian, biarlah sejak malam ini aku menjadi pecinta manusia saja.
Beberapa malam kemudian, ia terbangun lagi di tengah malam. Kamarnya kembali terang benderang, malaikat yang bercahaya itu hadir kembali. Namun Abu Ben terkejut karena kini namanya tercantum di rating teratas daftar pecinta Allah. Wahai malaikat, bukankah aku bukan pecinta Allah? aku hanyalah pecinta manusia. Kata malaikat, ”baru saja Allah berkata bahwa engkau tidak akan pernah bisa mencintai Allah hingga engkau mencintai sesama manusia”.
Rupanya Abu Ben kemudian memproyeksikan cinta dan rindunya kepada Allah dengan berbagi kasih kepada kaum fakir miskin, dia dekati dan belai anak yatim, dia curahkan cinta itu kepada mereka. Dan memang dalam sebuah hadist Qudsi Allah berfirman, ”Aku tidak menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Ku melainkan ia memberi makan fakir miskin dan sholat ketika orang-orang tertidur lelap
Sungguh, menjadi renungan besar bagi kita semua... terlepas kisah ini fiktif, namun menyimpan pembelajaran bagi yang teduh jiwanya. Teruslah memaknai hidup karena hidup ini adalah kesempatan yang diberikan Allah kepada kita untuk berjuang memaknai hidup. Bukan hanya sekedar bertahan hidup. Karena hidup ini adalah berkah agung manusia, di dalamnya pasti ada tawa, tangis, kesulitan, kemudahan, kesenangan dan kesengsaraan. Namun bukan itu esensi hidup ini. Esensi hidup ini adalah berupa jawaban dari sebuah pertanyaan: seberapa ikhlas dan bersungguh-sungguhkah kita berjuang menjalani hidup ini ...?
Semoga Allah mempertemukan kita kembali dalam keadaan yang lebih mulia dari sekarang, di dunia maupun di akhirat. Hanya kepada Allah kita kembali dan kepada-Nya pula kita memohon ampun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar