Sebuah pepatah arab mengatakan bahwa “sesungguhnya
manusia hanyalah sekumpulan hari, jika satu hari berlalu dan hari selanjutnya
tiba maka meleburlah salah satu bagian dari diri kita”. Betapa hidup ini
ternyata hanyalah sebuah peristiwa meleburnya sebagian tubuh kita yang kadang
terlupa untuk kita sadari. Mozaik kehidupan yang mengalir mengalunkan melodi keindahan
duniawi seringkali membuat kita lengah untuk bangun dan beranjak untuk memaknai
hidup ini. Tidak hanya sekedar menikmati lepasnya satu hari tanpa arti, namun membuat hari-hari yang telah berlalu menjadi
sebuah pembelajaran untuk kita jejaki sebagai langkah hidup yang lebih baik
pada hari selanjutnya.
Jika berbicara mengenai perjuangan memaknai hidup, figur seorang sahabat bernama Salman Al Farisi patut
dijadikan sebuah pembelajaran yang mendalam. Sosok yang dikenal sebagai orang
yang mempunyai keteguhan luar biasa dalam menapaki setiap langkah hidupnya
untuk menemukan sebuah kebenaran hakiki. Dengan kalimat-kalimat yang jelas dan
manis, Salman menggambakan kepada kita
sebuah usaha keras dan perjuangan besar serta kemuliaan untuk mencari hakikat
hidup yang akhirnya dapat sampai kepada Allah Ta’ala dan membekas sebagai jalan
hidup yang ditempuhnya. Kehausan akan sebuah kecenderungan terhadap kebenaran
telah membuatnya rela menigggalkan kampung halaman yang bernama Ishafan untuk
merantau ke barbagai tempat. Bertemu para petinggi agama nenek moyang untuk
menghilangkan dahaganya mencari kebermaknaan hidup. Bahkan ia sempat menjadi
budak yahudi dari kalangan bani Quraidhah di Madinah. Hingga sampailah ia
kepada Rasulullah.
Suatu ketika Sa’ad bin Abi Waqqash datang menjenguk
Salman yang juga dikenal dengan nama Abu Abdillah. Saat Sa’ad berkunjung, ia
mendapati Salman sedang menangis. “Apa yang anda tangiskan, wahai Abu Abdillah”
tanya Sa’ad, “padahal Rasulullah saw. Wafat dalam keadaan ridha terhadap anda?”
“demi Allah” ujar Salman, “aku menangis bukanlah karena
takut mati ataupun mengharap kemewahan dunia, hanya Rasulullah telah
menyampaikan suatu pesan kepada kita, sabdanya ‘Hendaklah bagian
masing-masingmu dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengendara’.
Rupanya inilah yang mengisi kalbu Salman mengenai kekayaan dan kepuasan hidup.
Ia telah memenuhinya dengan zuhud terhadap dunia dan segala harta, tahta dengan
segala pengaruhnya.
Hari demi hari mungkin tak terasa telah menghanyutkan
diri kita untuk berada di penghujung usia. Kumpulan hari yang sudah melebur tak
akan pernah kembali menyusun kerangka tubuh kita. Hanya sebuah perenungan
apakah hari-hari yang selama ini telah kita tinggalkan menjadi sebuah bekal
amal kita seperti yang telah Rasulullah wasiatkan kepada Salman, atau mungkin
hari-hari yang berlalu hanya berisi tarian-tarian kelalaian yang menggiring
pada sebuah kerugian dan penyesalan kelak.
Kita tidak akan pernah tahu seberapa besar susunan hari
yang kita miliki sekarang. Ada yang masih banyak dan mungkin tinggal sedikit.
Hanya Allah yang mengetahui secara detail jumlah hari yang menyusun diri kita
sekarang. Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan yang masih ada ini untuk
melakukan yang terbaik. Menyusuri makna kehidupan hakiki dan berkontribusi
untuk menambah perbendaharaan amal baik untuk bekal kita pada kehidupan yang
kekal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar