Senin, 10 Juni 2013

CINTA YANG SEMAKIN MERADANG



      
      Pesona jiwa seringkali menari bersama luapan emosional hati yang terkadang terbendung menjadi energi dalam berkarya tentang mutiara manusia. Satu perasaan jiwa yang tertumpahkan karena tak kuasa dada ini menahannya terlalu lama.
            Tak terbayangkan jika Allah tidak mengujamkan perasaan cinta bagi setiap makhluk-Nya. Mungkin tidak akan ada anak singa yang bertahan karena sifat buas induknya yang alami akan menerkam para anak-anak singa yang masih tak berdaya. Begitupun manusia, sebagai objek cinta yang real dan mudah dipahami. Dengan tidak adanya mutiara manusia yang paling berharga ini, tidak akan mungkin rosulullah berdakwah secara terang-terangan dan secara tersembunyi hingga menyita waktu dan menguras peluh dan tenaga.
Perasaan cinta akan kebaikan yang dimiliki oleh sosok beliau yang mulia, bahkan tidak hanya cinta akan kebaikan, namun melebihi itu semua. Beliau lebih cinta ketika kebaikan itu telah terhujam di dalam sendi kehidupan umatnya, segolongan orang yang sangat dicintainya melebihi cinta terhadap dirinya sendiri. Inilah contoh dan obsesi bagi kita yang terinspirasi untuk meniti langkah perjuangan beliau. Berjuang di medan dakwah di dalam kehidupan ini dengan bermodalkan tekad yang melangit. Hanya untuk satu tujuan, yaitu menggapai cinta hakiki dari Allah semata.
            Pengalaman batin yang dimiliki oleh para pejuang dakwah ini sungguh menjadi hal yang cukup kompleks dijelaskan, terlebih jika berbicara tentang wanita dan cinta. Maha Suci Allah yang telah menganugerahkan cinta manusia pada porsi yang sesuai dengan fitrahnya. Bahkan seorang Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah merasakan hal yang sama. Perasaan yang senantiasa mengintai untuk mencoba menghempaskan porsi cintanya kepada Allah. Namun beliau berhasil menyikapinya dengan bijak tanpa mengotori hakikat cinta itu sendiri.
            Umar adalah seorang sosok yang terlahir dalam keluarga ulama yang mempunyai kedudukan mulia di kalangan bani Umayyah ketika itu. Setiap sisi kehidupannya sangat berkecukupan sebelum beliau diangkat menjadi khalifah. Kemewahan sudah menjadi nafas hidupnya dan keangkuhan telah menjadi perangainya. Hingga akhirnya sebuah perubahan besar terjadi ketika beliau diangkat menjadi seorang khalifah. Kesadaran diri dan kebersinaran hati mulai terpancar di saat puncak inagurasi perubahan beliau. Beberapa keterangan mengatakan bahwa titik tolak pertobatan beliau adalah ketika beliau sangat tersadarkan akan ketakutannya terhadap azab neraka. Seperti yang ia paparkan kepada ulama hadits ketika itu yang bernama Al Zuhri.
            Kerja keras dalam membangun diri menjadi sosok yang disegani karena memiliki akhlak yang mulia dan dicintai Allah ia tempa mulai dari skala terkecil yaitu diri sendiri, istri, anak-anaknya dan baru kemudian rakyatnya. Tekadnya yang sekuat baja menggiring dirinya untuk berusaha menjadikan dinasti Bani Umayyah berevolusi menjadi umat yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan kesejahteraan. Sekitar dua tahun lima bulan ia diberikan oleh Allah kesempatan untuk membina rakyatnya menjadi segolongan yang bersahabat dengan keadilan dan kemakmuran. Bukan kesengsaraan yang selama ini ia saksikan di beberapa daerah sebelum ia menjadi khalifah.
            Alhasil, ia sempat merasakan dinasti Umayyah ketika itu dalam puncak kemakmuran yang tak pernah dicapai oleh khalifah sebelumnya. Yaitu, setiap rakyatnya terjamin kesejahteraannya dan bahkan ia bingung untuk menyalurkan zakat. Karena sangat sulit menemukan rakyatnya yang membutuhkan zakat dan santunan ketika itu.
            Dalam mozaik kehidupannya terdapat sebuah sisi yang menarik yang menjadi cermin akhlak beliau yang mulia menyikapi cinta. Ketika itu, ia telah sampai pada penghujung usia dan sudah tidak lagi menjadi khalifah. Badannya renta dan sering sakit-sakitan. Sang istri sangat iba melihat kondisi suaminya itu. Fatimah-istri beliau, memberikan sebuah hadiah yang luar biasa kepada Umar. Fatimah membawakan seorang gadis yang dulu pernah ia idam-idamkan untuk dinikahinya. Sebagai naluri manusia, sungguh pergolakan cinta yang hebat saat itu muncul di dalam benak Umar. Istrinya telah mengizinkan dirinya untuk menikah dengan seorang gadis yang dulu pernah mengendap bersama perasaan cinta di hatinya. Seolah cinta dan cita yang dulu pernah terkubur, seketika muncul dan mulai bersinar kembali. Pertarungan antara kebahagiaan dan ketaatan kepada Allah benar-benar sengit dirasakan.
            Ketika itu, romantika cinta Umar yang dirasakan bersama gadis itu muncul pada fase sebelum masa pertobatanya. Percikan api cinta yang dulu hampir membakar seluruh jiwanya kini sedikit demi sedikit tersulut kembali. Namun, saat ini percikan itu hadir ke dalam hati seorang Umar yang sudah diwakafkan untuk berjuang di jalan dakwah. Seluruh zat yang menyusun tubuhnya telah dijual dan diserahkan untuk satu tujuan hakiki berupa cinta Allah. Cita-cita semu yang dulu pernah hinggap sekarang telah bermetamorfosis menjadi visi hidup yang mantap ke depan berupa kebahagiaan akhirat.
            Hingga beberapa saat kemudian Umar merenung, mencoba sedikit meredam gejolak cinta yang lain. Dan keputusan pun diambilnya, ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Sebuah keputusan yang sulit dan tak terbayangkan dalam dimensi kemanusiaan kita dengan menyia-nyiakan cinta yang bersemi sejak lama, namun ia yakin akan berbuah keberkahan. Walau sang istri sudah mengizinkan namun di dalam benak Umar telah ada cinta lain yang mengisi ruang hati tanpa bersisa. Bukan cinta murahan, tapi cinta yang telah ditempatkan sebagai mana porsinya dan kini cinta itu telah bernilai lebih dan mulia dibandingkan dengan cinta dan cita yang dulu sempat ia tanam.  
            Sangat mengharukan sekali ketika sang gadis berjalan melangkan meninggalkan umar seraya berkata dengan sendu “dulu kau pernah mencintaiku, tapi kemanakah cinta itu sekarang?” Dengan hati yang berbinar dan bergetar haru, Umar menjawab “cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya jauh semakin dalam dan meradang”. Cinta itu telah meradang bersama kezuhudan dunianya, bersemi seiring dengan kekhusyukan dalam ibadahnya dan senantiasa berkibar di atas panji Islam dan pastinya bersanding dengan cintanya yang hakiki berupa cinta illahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar