Pesona jiwa seringkali menari
bersama luapan emosional hati yang terkadang terbendung menjadi energi dalam
berkarya tentang mutiara manusia. Satu perasaan jiwa yang tertumpahkan karena
tak kuasa dada ini menahannya terlalu lama.
Tak terbayangkan jika Allah tidak
mengujamkan perasaan cinta bagi setiap makhluk-Nya. Mungkin tidak akan ada anak
singa yang bertahan karena sifat buas induknya yang alami akan menerkam para
anak-anak singa yang masih tak berdaya. Begitupun manusia, sebagai objek cinta
yang real dan mudah dipahami. Dengan tidak adanya mutiara manusia yang paling
berharga ini, tidak akan mungkin rosulullah berdakwah secara terang-terangan
dan secara tersembunyi hingga menyita waktu dan menguras peluh dan tenaga.
Perasaan
cinta akan kebaikan yang dimiliki oleh sosok beliau yang mulia, bahkan tidak
hanya cinta akan kebaikan, namun melebihi itu semua. Beliau lebih cinta ketika
kebaikan itu telah terhujam di dalam sendi kehidupan umatnya, segolongan orang
yang sangat dicintainya melebihi cinta terhadap dirinya sendiri. Inilah contoh
dan obsesi bagi kita yang terinspirasi untuk meniti langkah perjuangan beliau.
Berjuang di medan dakwah di dalam kehidupan ini dengan bermodalkan tekad yang
melangit. Hanya untuk satu tujuan, yaitu menggapai cinta hakiki dari Allah
semata.
Pengalaman batin yang dimiliki oleh
para pejuang dakwah ini sungguh menjadi hal yang cukup kompleks dijelaskan,
terlebih jika berbicara tentang wanita dan cinta. Maha Suci Allah yang telah
menganugerahkan cinta manusia pada porsi yang sesuai dengan fitrahnya. Bahkan
seorang Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah
merasakan hal yang sama. Perasaan yang senantiasa mengintai untuk mencoba menghempaskan
porsi cintanya kepada Allah. Namun beliau berhasil menyikapinya dengan bijak
tanpa mengotori hakikat cinta itu sendiri.
Umar adalah seorang sosok yang
terlahir dalam keluarga ulama yang mempunyai kedudukan mulia di kalangan bani
Umayyah ketika itu. Setiap sisi kehidupannya sangat berkecukupan sebelum beliau
diangkat menjadi khalifah. Kemewahan sudah menjadi nafas hidupnya dan
keangkuhan telah menjadi perangainya. Hingga akhirnya sebuah perubahan besar
terjadi ketika beliau diangkat menjadi seorang khalifah. Kesadaran diri dan
kebersinaran hati mulai terpancar di saat puncak inagurasi perubahan beliau.
Beberapa keterangan mengatakan bahwa titik tolak pertobatan beliau adalah
ketika beliau sangat tersadarkan akan ketakutannya terhadap azab neraka.
Seperti yang ia paparkan kepada ulama hadits ketika itu yang bernama Al Zuhri.
Kerja keras dalam membangun diri
menjadi sosok yang disegani karena memiliki akhlak yang mulia dan dicintai
Allah ia tempa mulai dari skala terkecil yaitu diri sendiri, istri, anak-anaknya
dan baru kemudian rakyatnya. Tekadnya yang sekuat baja menggiring dirinya untuk
berusaha menjadikan dinasti Bani Umayyah berevolusi menjadi umat yang
menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan kesejahteraan. Sekitar dua tahun lima
bulan ia diberikan oleh Allah kesempatan untuk membina rakyatnya menjadi
segolongan yang bersahabat dengan keadilan dan kemakmuran. Bukan kesengsaraan
yang selama ini ia saksikan di beberapa daerah sebelum ia menjadi khalifah.
Alhasil, ia sempat merasakan dinasti
Umayyah ketika itu dalam puncak kemakmuran yang tak pernah dicapai oleh
khalifah sebelumnya. Yaitu, setiap rakyatnya terjamin kesejahteraannya dan
bahkan ia bingung untuk menyalurkan zakat. Karena sangat sulit menemukan
rakyatnya yang membutuhkan zakat dan santunan ketika itu.
Dalam mozaik kehidupannya terdapat
sebuah sisi yang menarik yang menjadi cermin akhlak beliau yang mulia menyikapi
cinta. Ketika itu, ia telah sampai pada penghujung usia dan sudah tidak lagi
menjadi khalifah. Badannya renta dan sering sakit-sakitan. Sang istri sangat
iba melihat kondisi suaminya itu. Fatimah-istri beliau, memberikan sebuah
hadiah yang luar biasa kepada Umar. Fatimah membawakan seorang gadis yang dulu
pernah ia idam-idamkan untuk dinikahinya. Sebagai naluri manusia, sungguh
pergolakan cinta yang hebat saat itu muncul di dalam benak Umar. Istrinya telah
mengizinkan dirinya untuk menikah dengan seorang gadis yang dulu pernah
mengendap bersama perasaan cinta di hatinya. Seolah cinta dan cita yang dulu
pernah terkubur, seketika muncul dan mulai bersinar kembali. Pertarungan antara
kebahagiaan dan ketaatan kepada Allah benar-benar sengit dirasakan.
Ketika itu, romantika cinta Umar
yang dirasakan bersama gadis itu muncul pada fase sebelum masa pertobatanya.
Percikan api cinta yang dulu hampir membakar seluruh jiwanya kini sedikit demi
sedikit tersulut kembali. Namun, saat ini percikan itu hadir ke dalam hati
seorang Umar yang sudah diwakafkan untuk berjuang di jalan dakwah. Seluruh zat
yang menyusun tubuhnya telah dijual dan diserahkan untuk satu tujuan hakiki
berupa cinta Allah. Cita-cita semu yang dulu pernah hinggap sekarang telah
bermetamorfosis menjadi visi hidup yang mantap ke depan berupa kebahagiaan
akhirat.
Hingga beberapa saat kemudian Umar
merenung, mencoba sedikit meredam gejolak cinta yang lain. Dan keputusan pun
diambilnya, ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Sebuah keputusan yang
sulit dan tak terbayangkan dalam dimensi kemanusiaan kita dengan menyia-nyiakan
cinta yang bersemi sejak lama, namun ia yakin akan berbuah keberkahan. Walau
sang istri sudah mengizinkan namun di dalam benak Umar telah ada cinta lain
yang mengisi ruang hati tanpa bersisa. Bukan cinta murahan, tapi cinta yang
telah ditempatkan sebagai mana porsinya dan kini cinta itu telah bernilai lebih
dan mulia dibandingkan dengan cinta dan cita yang dulu sempat ia tanam.
Sangat mengharukan sekali ketika
sang gadis berjalan melangkan meninggalkan umar seraya berkata dengan sendu “dulu
kau pernah mencintaiku, tapi kemanakah cinta itu sekarang?” Dengan hati yang
berbinar dan bergetar haru, Umar menjawab “cinta itu masih tetap ada, bahkan
kini rasanya jauh semakin dalam dan meradang”. Cinta itu telah meradang bersama
kezuhudan dunianya, bersemi seiring dengan kekhusyukan dalam ibadahnya dan
senantiasa berkibar di atas panji Islam dan pastinya bersanding dengan cintanya
yang hakiki berupa cinta illahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar